Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Bahari Ingin Jadi Penerbang (Eh, Petinju), Part 1

by Omsakti


Bahari Ingin Jadi Penerbang (Eh, Petinju), Part 1 Kedua anak muda yang cuma koloran itu meninju sansak dengan tekunnya. Yang kolornya merah bergaris kuning di pinggir kiri-kanannya bernama Bahari. Umurnya 19 tahun 4 bulan. Waktu kecil,karena keseringan nonton iklan di TV dia ingin jadi penerbang tapi setelah mendengar sendiri bagaimana teman sekampungnya yang pernah sakit Asthma waktu kecilnya ternyata bisa kaya gara-gara jadi petinju, Bahari langsung putar haluan mau jadi atlet tinju. Makanya tamat SMP dia melanjutkan ke SGO (Sekolah Guru Olahraga) supaya begitu tamat bisa langsung jadi koki (eh ya orang yang paham olahraga dong!). Kini dia sudah diboyong teman sekampungnya ke Sasana "Mata Biru-Biru" di Jakarta. Berangkat dari kampungnya di Jawa Timur sana Bahari sudah sumpah tidak bakal pulang kampung sebelum terkenal jadi petinju (lagipula memang ongkos bis mahal kok!). Sedangkan remaja yang satunya lagi berkolor hitam bergaris merah, namanya Radi, juga teman sekampung Bahari. Radi setahun lebih muda dan dulunya bercita-cita jadi tentara. Sudah dua kali dia ditelanjangin dan dipegang-pegang kemaluannya (waktu tes fisik!) tapi dua kali juga dia gagal. Kini dia juga nekat mau jadi petinju saja. Tiba-tiba seorang pemuda masuk ke dalam ruang latihan sasana. Dengan nyalang dipandanginya para petinju yang sedang berlatih. Cowok bertubuh kurus tinggi itu tidak kelihatan mirip petinju sama sekali (memang bukan sih). Rupanya dia anak pemilik sasana "Mata Biru-Biru" ini. Seperti bapaknya dia juga gila cabang olahraga tinju, tapi bukan waktu acara baku hantam di atas ring melainkan waktu para atlet cuma bercelana dalam saja di acara timbang badan. Dia suka sekali memelototi badan para petinju yang super macho itu terbungkus cawat ketat saja. Dan sore itu matanya langsung hampir lompat keluar begitu melihat Bahari dan Radi yang merupakan "barang baru" di sasana bapaknya itu. Dia ingin sekali mencoba kemampuan kedua anak muda yang tampan dan bertubuh "sudah jadi" itu, terutama kemampuan mereka bergaya di acara timbang badan. "Hei, Rian!" sapa Ronald yang membawa Bahari dan Radi ke Jakarta ke anak boss-nya. Dia langsung bisa membaca situasi kemana arah rencana porno Rian. "Hei, Nald! Siapa tuh?" "Barang baru dari kampung, mau jadi atlet!" "Udah ditimbang belom tuh pada?" "Belom Yan, masih perjaka tingting!" Ronald langsung nyambung, segera dituntunnya anak majikannya itu ke arah Bahari dan Radi yang langsung berhenti memukuli sansak yang tidak berdosa itu. "Kenalkan, Ri, Di, ini anak boss di sini, Mas Rian! Bahari dan Rian baru dari kampung nih!" "Panggil Rian aja," Rian menjulurkan tangannya dan memandang jari-jari tangan Bahari yang digenggamnya. Katanya sih kalau telunjuknya besar, burungnya juga gede. Ternyata jari-jari tangan Radi lebih gede lagi. Walaupun tidak sampai sebesar-besar pisang Ambon. "Mau ngapain di Jakarta?" tanya Rian. "Ya jadi petinju seperti Mas Ronald!" jawab Bahari kegirangan sendiri karena tidak menyebut Ronald dengan nama aslinya, Radimun. "Yang benar? Kalau begitu yuk ke ruang pijat. Biar saya timbang badannya!" ajak Rian tidak membuang-buang waktu sekaligus mempersingkat jalannya cerita porno ini. Ronald mengedipkan matanya ke dua kawan satu kampungnya sambil mengibaskan tangannya sebagai tanda supaya Bahari dan Radi mengikut Rian ke ruang pijat. Dia sendiri tidak ikut. Atlet-atlet lainpun hanya memandangi ketiga remaja itu dengan sorot mata penuh pengertian. Rian langsung mengunci pintu ruang pijat begitu ketiganya sudah berada di dalamnya. "Itu dia timbangannya. Buka deh kolornya!" perintah Rian santai. Bahari dan Radi langsung memeloroti celana tinjunya. Mereka berdua memakai celana dalam model bikini yang ketat dan minim sekali. Bahari punya warna kuning, sedangkan Radi mengenakan warna merah. Baru kemarin Ronald alias Radimun membelikan cawat-cawat sempit itu untuk mereka berdua. Rian langsung berbinar melihat kancut-kancut Bahari dan Radi yang berwarna ngejreng itu. "Kamu naik duluan!" katanya menunjuk Bahari. Bahari naik ke atas timbangan yang jarumnya segera mengarah 67. Rian langsung mengulurkan tangannya ke arah bikini Bahari dan meremas jendolan kemaluan anak muda bertubuh Tarzan itu, "Gede sekali ya kamu. Bisa jadi jagoan tinju nih!" Bahari cuma mesem dan membiarkan saja Rian mengobeli selangkangannya. "Kamu sekarang!" bisik Rian ganti menggamit tangan Radi. Radi yang bertubuh gladiator itu mendaki timbangan itu dan mendapatkan angka 72 untuk berat tubuhnya yang kekar atletis itu. Cowok yang dijagokan di tim volley di kampungnya itu juga tidak protes waktu jendolan alat kelaminnya di gerayangi Rian. "Wah, untuk pastinya harus telanjang bulat nih!" desah Rian lagi. Bahari dan Radi segera saja meluncurkan busana terakhir masing-masing dari pinggangnya ke pergelangan kaki. Sebentar saja keduanya sudah sama-sama bugil dan sama-sama setengah tegang aurat jantannya masing-masing. Rian memekik kecil melihat kedua lelaki keren itu sudah nyaris siap tempur. Ditariknya tangan-tangan Bahari dan Radi sehingga kedua calon petinju itu berdiri berhadapan dengan ujung peler hampir beradu satu sama lain. Rian berlutut dan tangan-tangannya langsung mencekali ujung-ujung kontol Bahari dan Radi serta segera memuluti kedua bagian tubuh paling pribadi dari kedua pemuda desa itu dengan rakusnya. Dia mulai menjilati kedua kepala kelamin Bahari dan Radi membuat kedua anak muda itu dengan nafas memburu mulai mengencangkan urat-urat kelelakian mereka yang belum pernah dibegitukan sebelumnya itu. "Aaaarrrgggg......ngunghhhhh........!" hampir berbarengan anak muda yang mulai bangkit birahinya itu melenguh panjang. Rian kesenangan. Disedotnya batang kontol Bahari sampai ke pangkalnya yang berbulu lebat itu selama beberapa saat membuat sang pemuda desa memejamkan matanya dan menarik nafas panjang. Setelah beberapa menit ganti kantong buah peler Radi yang dikulumnya dengan hati-hati. Radi sampai mengejang sekujur tubuhnya. Setelah itu Rian konsentrasi lagi ke perkakas kelelakian Bahari. Setelah meyelomoti buah-buah zakar Bahari beberapa saat iapun mulai mengisap batang kelamin Bahari dengan lebih bertenaga. Kepalanya mundur maju di antara kedua paha berotot Bahari dengan cepatnya. Suara sedotannya ribut sekali. "Srrhlll......shhhrrllll.....!" Batang kontol Bahari makin keras saja diisap-isap begitu rupa. Anak muda itu sampai menggigit bibir bawahnya menahankan rasa geli yang baru kali itu dirasakannya. Tak lama kemudian bobollah pertahanan Bahari. Creeet........creeeettt........! Air mani Bahari meletup-letup ke dalam tenggorokan Rian yang langsung ditelan oleh lelaki yang sedang haus peju itu. Bergetar tubuh Bahari setelah menunaikan puncak kenikmatannya. Rianpun berpindah keselangkangan Radi dan mulai menyantap aurat remaja jantan itu dengan ganasnya. Lidah dan ludahnya menyeruputi batang penis Radi,"Cooocchhhh.....cooooochhhhhh.....!" Radi cuma bisa menengadahkan kepalanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melawan kejatan-kejatan urat-urat yang bertonjolan di sekujur batang kontolnya. Sebentar sesudahnya tumpah ruahlah persediaan cairan kehidupannya. Crootttt...crottttt...! Dengan susah payah Rian berusaha mereguk seluruh letupan peju Radi, namun saking banyaknya sebagian mengalir keluar dari ujung-ujung bibirnya. Rian mengusap bibirnya. Dibukanya seluruh pakaiannya dan dituntunnya Bahari dan Radi ke arah ranjang tempat para petinju dipijit. "Kita tiduran yuk!" bisiknya. Dan kepada penulis cerita ini dia mendesah, bersambung ke bagian dua, Bo! Catatan: Terimakasih buat yang udah kirim e-mail. Masih ditunggu yang lainnya di markas biasa: omsakti@hotmail.com

###

11 Gay Erotic Stories from Omsakti

Bahari Ingin Jadi Penerbang (Eh, Petinju), Part 1

Bahari Ingin Jadi Penerbang (Eh, Petinju), Part 1 Kedua anak muda yang cuma koloran itu meninju sansak dengan tekunnya. Yang kolornya merah bergaris kuning di pinggir kiri-kanannya bernama Bahari. Umurnya 19 tahun 4 bulan. Waktu kecil,karena keseringan nonton iklan di TV dia ingin jadi penerbang tapi setelah mendengar sendiri bagaimana teman sekampungnya yang pernah

Dipalak

Sore itu Angga madol dari kursus bahasa Inggrisnya. Bukannya les tuh anak kelas 1 SMU Negeri malah ke mal, mau cuci mata judulnya. Waktu dia ada di lantai 4 mal di kawasan Jakarta Barat itu, taunya ada anak muda pake jaket en berrambut gondrong (pokoknya potongan preman deh!) ngeliatin dia aja. Angga jadi agak ngeri sendiri apalagi mal sedang nggak gitu rame, maklum hari kerja. Angga

Ngerjain Phillip

Kerjaan gue di rumah duta besar Kerajaan Inggris untuk Jakarta. Tugas gue sebagai kepala rumah tangga mengharuskan gue untuk tinggal di rumah bertingkat dua berkamar delapan itu. Belum lama ini anak tunggal majikan gue dateng ke Jakarta nengokin ortunya. Namanya Phillip, umur 18 tahun en masih sekolah SMU di London. Anaknya kece berat. Rambutnya pirang berombak, bibirnya merah banget.

Office Boy

Di kantorku ada office boy baru, namanya Santosi. Dia masih muda, baru 22 tahun umurnya. Untuk cowok yang baru datang dari kampung (Jawa Tengah), dia bisa dibilang ganteng. Penampilannya yang lugu malah bikin tuh anak terkesan kyut abis. Rambutnya dipotong cepak, gaya taruna TNI. Badannya termasuk atletis menjurus sexy. Pokoknya pantes dikata macho, Bo! Aku sendiri nggak sengaja

Petualangan Sex di Sekolah Atlet Ragunan (1)

Due to international translation technology this story may contain spelling or grammatical errors. To the best of our knowledge it meets our guidelines. If there are any concerns please e-mail us at: CustomerService@MenontheNet Petualangan Sex di Sekolah Atlet Ragunan (1) Nanang benar-benar kepanasan! Padahal di malam pertamanya tidur di asrama sekolah khusus atlet di Ragunan itu ia

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 3

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 3 "Terang bulan, terang di Ancol... Terus terang gue ingin ngisep kontol...!" Masih terngiang-ngiang pantun kocak Vito waktu atlet polo air yang sekampung dengan si Doel Anak Sekolahan itu mengemut urat kejantanan di selangkangan Obie yang belum pernah ke pantai Ancol dan masih bego masalah sepong-sepongan burung itu.

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 1

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 1 Pertama kali Vito melihatnya waktu ia sedang antri buang air kecil di WC di luar Stadion Utama Senayan, mereka persis bersebelahan dari lambang di jaketnya Vito tau kalau atle muda yang tampan itu berasal dari Sumatra Selatan. "Dari Sumsel, ya?" Vito mengawali percakapan. "Iya," jawab anak itu sambil senyum. Kece

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 2

PON (Pekan Olahraga Ngaceng), Part 2 Di bawah cahaya bulan (ikut-ikut lagu keroncong) Vito takjub memandangi tubuh liat berotot Obie yang kini tidak berpenutup sama sekali itu. Pesenam Sumsel yang dipelototi penuh nafsu itu cuma menunduk jengah. Padahal pelernya berdiri mengacung gagah ke arah pusar tanpa rasa malu sama sekali. Otot paling jantan Obie benar-benar sudah

Ridwan And Yudistira, Part 1

Semua perenang tahu persis persaingan sengit antara kedua atlet spesialis gaya dada kelompok umur Senior (17 tahun ke atas) Ridwan dan Yudistira. Sejak masih di KU IV dulu mereka selalu bergantian saling mengalahkan. Kadang-kadang mereka harus saling berbagi juga: Ridwan merebut emas 100 m sedangkan Yudistira yang 200m-nya. Dan minggu ini di Purwokerto keduanya bakal ketemu lagi di

Ridwan And Yudistira, Part 2

Sambil melirik ke arah Yudistira yang berdiri di sebelahnya, Ridwan membetulkan posisi alat kelaminnya yang selalu mengacung ke arah pusarnya dalam balutan cawat renang segitiga minimnya. Yudis sedang berjalan ke arah kolam dan menangguk air kolam untuk membasahi tubuh kekarnya. Ridwan berusaha keras untuk berkonsentrasi penuh ke pertandingan yang akan segera diterjuninya: 200m Dada!

Teguh Kukuh, Keras Sekaleee...!

Hari Senin hari gilanya Teguh, teman sebangku Epi di 3-IPA-6. Bukan apa-apa seperti hari-hari Senin yang lalu Teguh mengenakan celana dalam garis-garis warna oranye, jelas sekali menerawang di balik celana seragam putihnya. Dan jam ke 5 itu Epi bukannya konsentrasi ke pelajaran Kimia Pak Andriwan tapi malah mikirin cel-dalnya Teguh. Epi sudah bersahabat dengan Teguh sejak mereka masih

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story